Kamis, 19 November 2009

ke Candi BorobUdUr dan kecelakaan dijalan!

15 November 2009

text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 220px; height: 176px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoOvSL9NZrxA8GSUtk0ZcZjCFbFsZmO4J2RIQvK-RHxhQh5eoccRBO6Ez3IyAcc4oPP3QYd1YaDoxAPtfbaWIDd8Gg19s-5Fpd1msFicJuPRD-Dr5WZTQQGPtSvvKIChHpIG8-tIS4SKU/s320/IMG0144A.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5407872067030853186" />





Hari ini, masih pagi, 5.30 aku bangun. Tumben bangun pagi? Yah, karena hari ini adalah schedule ku ma temen2 (baca : Ali n d’gank juga mb Tika) untuk going ke candi Borobudur. Candi Borobudur. Mengingat : kapan terakhir aku main kesana? 16 tahun yang lalu. What? Ya, 16 tahun yang lalu, ketika aku aja belum masuk TK. How pity I am?

Berbekal perut yang kenyang dengan sepiring nasi dari Mas Cicipi, aku dan Ali menuju kost Dika. Dika, not Dick-A! Wkwwkwkwkw. Kamar dika terlihat dari luar gelap dan tertutup. I thought : apa yang terjadi padanya? Ali mengetuk pintu Dika sekali, dan.... dan Dika membuka pintunya dengan butiran2 air yang menempel dimukanya, seperti keringat. Apa dia habis... ku toleh dalam kamar. Kupikir dia menyembunyikan seekor kambing betina atau sesosok badak wanita, ternyata tidak. Dika : kok ngeliatnya gitu, Sus? Aku abis mandi. Gludak! Kirain . . .

Perjalanan Jogja-Magelang cukup membahagiakan. Walau hanya naik motor, karena temen2 ada yg naik mobil, aku menikmati setiap putaran ban motor mbak Tika. Karena memang tema hari ini : melakukan kesenangan dalam perjalanan walau panas dan hujan menerpa. Cukup 45 menit saja, motor kami sudah memasuki parkiran timur Candi Borobudur. Dan lebih kerennya, aku membaca sebuah papan iklan, Hotel Manohara. Manohara? Ya, Manohara. Sungguh terlalu sekali orang Indonesia. Memakai nama orang dalam menghasilkan finansial ketika orang tersebut naik daun. Aku juga liat Manohara sebagai hiasan kaos2 yang dijual di Pasar Beringharjo. Senangnya kau manohara. Mungkin kalau nanti aku diculik Pangeran Arab juga, nama Susie Wae akan terpampang di stasiun. Apotek? Nama obat penghilang bulu ketek.

Didalam area candi, hanya aku dan mbak Tika yang muter2 nggak karuan. Kareana Ali n d’gank adalah sepakat maen gamelan saja. Sungguh anak2 yang menghargai budaya Jawa. Perjalanan dimulai dengan naik kereta muter2 candi. Awalnya udah suudzon. Sebuah truk tua yang menarik beberapa gerbong tempat duduk. Scary! I’m sure! Tapi untungnya, kami bisa selamat sampai tujuan, aku pikir jalan yang akan kami lewati jalannya memanjat, ternyata tidak. Lebay.



Masuk candi dengan mulut masih ternganga, hebat! Juga sedikit kecewa, aku pikir candi ini sangat, sangat besar seperti yg diceritakan dimedia2 itu. Ternyata : gotcha! Saya salah. Tapi tetap keren menurutku. Apalagi ketika aku mulai naik lantai perlantai dan menikmati setiap tekstur relief, rasanya sangat luar biasa. Pahatan2 itu keren dan hebat! Mataku menangkap seorang bule yang sedang sendirian,ciri2nya : tua dan laki2. Sepertinya dia kesepian. Sedikit2 melihat aku dan mbak Tika, menakutkan juga. Perjalanan berlanjut ketingkat selanjutnya. Sampai pada puncak candi dengan disambut 2 orang bule cakep2 yang satu berbaju putih tulang yang satu pink. Buset dah! Seger banget siang itu! Mencuri2 pandang melihat setiap gerak geriknya. Dan memang : ganteng! Ternyata bukan hanya aku dan mbak Tika yang doyan bue2 itu, sekelompok ibu2 yang tadi ketemu dibawah tadi juga lebih buas dari kita.
Langsung aja main serobot minta foto, udah gitu ganti2 lagi. Mulai dari ibu2 yang pake krudung coklat, ibu2 baju merah, ibu2 baju putih sampai lupa deh baju apalagi tuh. Genit banget. Padahal ada suami2nya. Nekat! (dihati : dengan ngirinya, sebenernya gue jg pengen peluk2 bule kaya ibu2 itu!) Masih ngiler dengan bule2 mantap itu, tiba2 mbak Tika said : mereka gay deh, Sus. Hah? Gay? Mataku melotot liat mbak Tika. Aku : moso??? Mbak Tika : bisa diliat dari gerak-geriknya, apalagi mereka cuma berduaan saja. Aku : yaaaaah... lemes..


Sudah capek dicandi, turun dan melihat – lihat museum, museum yang aneh, namanya lupa, isinya barang2 aneh. Mulai dari lukisan dari sabun, patung Budha terkecil di Indonesia, topeng terkecil, topeng terbesar, baju jas terbesar, buku terbesar, juga foto2 orang2 yang paling unik dibidangnya masing2. Cukup menarik. Tapi masalahnya : ruangan sangat singup dan tidak mengenakkan, because many things stay there, i can feel them. Dan lebih menyedihkan : harus membayar 3500 perak. Sedih yah ngluarin duit. Ekonomi banget. Hehe



Setelah museum aneh itu, museum Kapal menanti. Sebuah kapal raksasa nan besar terkandung digedung yang kelihatannya tidak terlalu besar tapi ternyata menyimpan hal luar biasa. Ruangan kali ini lebih menyenangkan, lebih hangat, karena gedung baru kali ya. Didalamnya tidak hanya kapal besar itu (ini kapal asli yang bener2 digunakan untuk berlayar Indonesia – Africa - Amerika), juga dilengkapi barang2 yang digunakan awak kapal untuk bertahan hidup saat kapal berlayar. Ada juga foto2 saat awak kapal singgah dibeberapa tempat, juga peta jejak pelayaran mereka. Semua tersaji menyegarkan mata.

Museum tempat menyimpan arca-arca yang sepertinya tidak ada gabungannya di candi, tertata rapi dihalaman museum ini. Bentuknya sekilas hanya seperti batu2 tercecer, tapi kalau dilihat lebih serius, batu2 ini benar2 bernilai seni (pipis donk?). Melewati setiap ruangan yang didalamnya ada arca2 (yg didalam masih utuh), foto2 relief, contoh batu dengan relief. Mataku tetap saja tertarik dengan sebuah patung yang menyambut kita di pintu masuk tadi (menghadap pintu masuk, jadi kalo masuk pasti dialah yang kita lihat pertama, kecuali jika mata lo sipit ndulit sampe2 yang diliat cuma bawah melulu) juga batu2 yang disusun bagus dengan tittle pada kedua hal tersebut “No Photographing” alias nggak boleh diambil gambarnya. Alhasil karena kelebayan rasa keingintauan ku ini, kuberanikan diri untuk tanya bapak2 penjaga museum, dan bapak itu answered : pertama, karena takut ditiru diluar, kedua karena misteri kedua hal tersebut belum terungkap, dalam arti memang patung2 tersebut tidak bisa tertangkap kamera, bahkan bisa2 kameranya yang eror. Sungguh keren!
Perjalanan berlanjut : keluar candi dan pulang. Melewati pasar, melihat mbak bule yang seksi abis dengan tanktop dan celana pendeknya, sampai2 kelihatan tato dilengan kanannya, kayaknya kalo yang ini emang sengaja diliatin kali ya? Juga melihat sesosok bule latin yang berjalan sendirian, aku dan mabk Tika mengejarnya, tapi sayang : kakinya memang panjang disertai langkah kakinya yang lebar pula. Dengan melas, kamipun menyerah mengikutinya.

Motor mbak Tika sudah akan menuju jalan pulang. Kami pun bersiap2 dengan perlengkapan lengkap yang terpasang ditangan, mulut, kaki serta kepala. Motor berjalan perlahan-lahan meninggalkan candi. (kita balik duluan, nggak bareng Ali dkk), melihat candi lagi (lupa namanya) dan dengan dok2annya aku mengarahkan jalan. Aku : yaa, yaa, lurus mbak, nggak apa2. Lurus aja. Nanti ada tempat parkir pasti. Mbak Tika : suruh bayar nggak masuknya? Aku : masa? Wong ditempat terbuka kaya gini kok suruh mbayar. Kemudian : badhala! Jalan yang aku tunjuk2 tadi mengarah pada tukang karcis candi, dan kebetulan juga jalan tersebut berujung diperumahan penduduk. Malu abis dengan kesoktahuanku ini. Karena berhubung duit udah mepet, kita capcus Jogja aja. Berhubung kita kelaperan dijalan, maka diputuskan untuk mampir lunch soto di Muntilan dan kembali meneruskan perjalanan pulang dengan tempo perlahan.

Di perjalanan, Aku : mbak2, liat deh ada rumah baguuus banget. Kataku dengan mata tertuju pada rumah unik, rindang, sejuk dengan dilengkapi tanaman salak dihalamannya, rumah yang sangat rapi. Mbak Tika masih konsen dengan jalan.
Mbak Tika : mana? Mana? Mbak Tika mulai tidak konsentrasi ingin ikut melihat rumah itu. Tiba2, motor mbak Tika minggir-minggir dari jalan yang awalnya terasa halus menjadi bergelombang dan tidak seimbang. Kita keluar jalur! Dan, gubrrraaaaak! Shit! Kita jatuh dengan motor menimpa badan. Bapak2 yang ada dipingir jalan, seperti Superman2 tua saja, langsung berlarian ingin menyelamatkan kami. Tapi, gotcha! Kita selamat tanpa luka serius hanya sedikit lecet2 yang sangat ringan, (terima kasih, ALLAH). Dengan muka merah malu dan suara serak2 badak kami berterima kasih atas niat baik bapak2 tersebut, juga bantuan membuat motor yang menindih kita berdiri normal lagi. Perjalanan pulang berlanjut, disambut hujan deras di ring road utara UPN.


Pelajaran moral : ketika kita kan piknik, pastikan kita memiliki visi dan misi yang sama dengan teman2, serta toleransi tinggi. Serta, konsentrasilah pada jalan ketika anda mengendarai motor ataupun mobil.


Tip Piknik : jangan lupa cek HP, apakah HP kalian masih berpulsa atau tidak juga masih berbaterai atau limit. Agar jika kalian hilang nantinya, bisa langsung menghubungi keluarga. Lebay (mode on).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar